Bahan Bakar PancaLAKU

Dari penjelasan sub bab sebelumnya, diketahui bahwa dzikrullah, eling (dalam Bahasa Jawa) atau meditasi dalam setiap gerak, langkah, nafas dan waktu kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan segenap totalitas Cinta adalah kiat dasar dan landasan awal mengamalkan PancaLAKU. Tanpa itu amalan-amalan PancaLAKU akan terasa sangat berat untuk diamalkan.

Nah, agar dzikr, eling atau meditasi kita membuahkan hasil yang lebih cepat dan optimal, maka dalam melakukan dzikr, eling atau meditasi, harus dimulai dengan menjaga hati dan pikiran kita dari lintasan-lintasan ego dan hawa nafsu kita sehingga kita dapat akses ke Air Kehidupan Pengetahuan Spiritual yang tak pernah habis mengalir melalui kalbu kita masing-masing. Air Kehidupan itu adalah Cahaya-Cahaya Latho’if (artinya: sangat halus tak dapat dilihat secara kasatmata) Petunjuk-Petunjuk Spiritual. Seyogyianya sebelum seorang mengajak orang-orang ke jalan kebajikan spiritual, ia sebelumnya harus sudah dapat akses ke Air Kehidupan Pengetahuan Spiritual yang tak pernah habis mengalir melalui kalbunya. Atau dalam bahasa CHMH:

A’uudzuu biLlaahi minasy-syaithonir rajiim
bismiLlaahi r-Rahmaani r-Rahiim

Whether you are Black, Yellow, Red, Brown or White
There is a hidden truth within you

Open it

Thru remembrance of Him, your Creator
Who gives you life, then gives you death
Who gives you light, then gives you wisdom
Who gives you love, then gives you peace

Remember Him with all your conscious
Remember Him, the One, your Creator
Any time you feel, think, hear, listen
Any time you see, watch, speak, whisper
Any time you talk, do, help and serve
Any time when you are awake

Open it
Then you will reach the inner self of people
Open their hearts and touch their souls
Regardless their distance
Regardless their faith.

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segala penjuru dan pada jiwa-batin mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa dia itu benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu.”
( QS. Fushshilat, ayat ke-53 )

Nah, berdasarkan pengalaman melakukan pengendalian (tirakat) ruhani selama hampir 30 (tiga puluh) tahun terakhir sejak usia 8-9 tahun di Jerman, maka saya temukan bahwa sangat sulit bagi kita menjaga hati dan pikiran kita dari lintasan-lintasan ego dan hawa nafsu kita, kecuali kita dzikr, eling atau meditasi dengan memfanakan diri dalam hadirat para Nabi Allah hingga fana atau terhubung intim total dalam hadirat Tuhan Yang Esa.

Urutan dzikr dan memfanakan diri dalam hadirat para Nabi Allah yang dilakukan penulis secara bertahap sejak hampir 3 dasawarsa silam, dan tidak dapat dicapai hanya dalam 1-2 hari apalagi 1-2 sesi training/workshop/seminar motivasi spiritual diri, adalah sebagai berikut:

A’uudzuu biLlaahi minasy-syaithonir rajiim
bismiLlaahi r-Rahmaani r-Rahiim

Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Yuunus as, hingga nikmati berkah surgawi Dzikr
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Dzulkifl as, hingga nikmati berkah surgawi Ketenangan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Zakariyaa as, hingga nikmati berkah surgawi Kelembutan Hati
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Ya’quub as, hingga nikmati berkah surgawi Pembukaan Spiritual
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Haaruun as, hingga nikmati berkah surgawi Pemahaman
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Syu’ayb as, hingga nikmati berkah surgawi Kekuatan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Ayyuub as, hingga nikmati berkah surgawi Kesabaran
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Sulaymaan as, hingga nikmati berkah surgawi Kearifan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Daawwud as, hingga nikmati berkah surgawi Kepemimpinan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Yuusuf as, hingga nikmati berkah surgawi Keteladanan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Luuth as, hingga nikmati berkah surgawi Penjagaan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Al-yasaa’a as, hingga nikmati berkah surgawi Tauhid Sejati
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Is-haaq as, hingga nikmati berkah surgawi Keihsanan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Shaaliih as, hingga nikmati berkah surgawi Keselamatan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Huud as, hingga nikmati berkah surgawi Kedamaian
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Ilyaas  as, hingga nikmati berkah surgawi Keadilan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Yahyaa as, hingga nikmati berkah surgawi Kemanusiaan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Aadam as, hingga nikmati berkah surgawi Kembali pada-Nya
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Isma’iil as, hingga nikmati berkah surgawi Keikhlasan Takwa
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Iidriis as, hingga nikmati berkah surgawi Kesucian Batin
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Nuuh as, hingga nikmati berkah surgawi Ketangguhan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi I’ysaa as, hingga nikmati berkah surgawi Keruhanian
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Muusaa as, hingga nikmati berkah surgawi Keagungan
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Ibraahiim as, hingga nikmati berkah surgawi Cinta Ilahi tanpa syarat ingin terima balasan pahala dunia-akhirat
Dzikir dan Fana-lah dalam diri Nabi Muhammad saw hingga nikmati berkah surgawi Fanafillah

Pada setiap kali kita dzikir dan fana (lenyap)-kan ego kita dalam diri para Nabi itu, maka pada saat itu jua kita terima Cahaya-Cahaya Hikmah Spiritual terkait dengan rahasia-rahasia hikmah tersembunyi para nabi itu yang melegakan, menyejukkan, mendamaikan sekaligus mendamaikan jiwa. Cahaya-Cahaya Hikmah Spiritual tersebut adalah ilmu-ilmu baru, pengetahuan-pengetahuan baru yang belum pernah kita baca atau dengar sebelumnya tapi sangat mencerahkan, melegakan, menyejukkan, mendamaikan sekaligus mendamaikan hati-batin-jiwa.

Pada saat kita fana dalam diri atau hadirat para nabi-nabi itu maka pada saat itulah sebenarnya kita melakukan rabithah (hubungan batin) dengan para nabi-nabi itu sehingga ilmu-ilmu segar yang turun dari-Nya ke hati para nabi itu pun diteruskan mengalir pula ke dalam kalbu kita. Maka jika kita temui orang-orang tertentu, bahkan masih anak kecil, yang bukan ulama, pendeta, rahib, biksu atau agamawan tapi banyak tahu tentang rahasia-rahasia spiritual agama tingkat tinggi tanpa perlu buka kitab-kitab suci untuk mengetahui dan memahami rahasia-rahasia spiritual itu, maka ketahuilah orang-orang atau anak-anak kecil itu sebenarnya terbiasa melakukan rabithah (hubungan batin) hingga fana ke dalam diri atau hadirat para nabi-nabi Allah dan orang-orang suci sehingga kesadarannya tenggelam masuk ke dalam kesadaran para nabi-nabi Allah dan orang-orang suci, sehingga apa yang didengar dan dilihat oleh para nabi-nabi Allah dan orang-orang suci dalam kesadaran suci beliau masing-masing juga didengar dan dilihat oleh orang-orang dan anak-anak kecil yang melakukan rabithah (hubungan batin) hingga fana ke dalam diri para nabi-nabi Allah dan orang-orang suci itu.

Di kalangan ulama-ulama dan kyai-kyai kasyf, orang-orang dan anak-anak kecil ini disebut golongan hamba-hamba Allah yang Uwaysi diambil dari nama Sayyidina U’ways al-Qarani (ra) yang tidak ketemu secara fisik dengan Baginda Nabi Muhammad saw, tapi banyak menerima rahasia-rahasia hikmah spiritual. Hal itu karena antara kalbu Baginda Nabi Muhammad saw. dengan kalbunya Sayyidina U’ways al-Qarani (ra) terjadi proses Minal qalbi ilal qalbi sabila yaitu: Dari hati yang tulus mencintai-Nya dengan hati lainnya yang juga tulus mencintai-Nya terdapat koneksi atau terhubung secara komunikasi spiritual. Ini beda dengan telepathy! Dalam telepathy yang bekerja adalah pikiran, sedangan dalam proses Minal qalbi ilal qalbi sabila yang bekerja adalah RASA BATIN antar sesama pecinta-NYA. Atau dalam bahasa CHMH:

A’uudzuu biLlaahi minasy-syaithonir rajiim
bismiLlaahi r-Rahmaani r-Rahiim

“Wali-Wali ALLAH tidak berkata: ‘ikuti saya’
tapi berkata: ‘Ikuti ALLAH dan Rasul-Nya!’
Siapa yang terbuka hatinya mengikuti mereka.
Wali-Wali ALLAH tersembunyi, bukan fisiknya tapi Maqom Spiritualnya
[tersembunyi] dari orang-orang yang buta matahatinya.
Banyak yang ingin mendekati ALLAH tapi menjauhi para wali-Nya.
Pemuka para wali adalah para Nabi dan Sahabat Rasulullah Saw.
Sultan para wali adalah Nabiyur-Rahmah Muhammad Saw.
yang melalui beliau mengalir ilmu-ilmu Hakikat ALLAH
dari “hati spiritual” ke “hati spiritual” para hamba-Nya yang mukhlisin.”

Sehingga Baginda Nabi saw. pun memerintahkan Sayyidina U’mar bin Khaththab ra, kelak sepeninggal Baginda Nabi saw. dan Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq, untuk mencari si U’ways al-Qarani (ra) dan belajar rahasia-rahasia hikmah spiritual darinya.

Sayyidina U’mar bin Khaththab ra, ibaratnya Nabi Musa as yang belajar ilmu-ilmu ladunni rahasia-rahasia  hikmah spiritual kepada U’ways al-Qarani (ra), yang ibaratnya adalah Nabi Khidir as bagi Sayyidina U’mar bin Khaththab ra. Orang-orang dan anak-anak Uwaysi sering dikira sebagai orang-orang dan anak-anak indigo bahkan super indigo atau kristal, padahal bukan. Orang-orang dan anak-anak Uwaysi itu hanya dengan melihat peninggalan-peninggalan atau makam-makam para Nabi, bisa langsung tersambung dan fana ke dalam diri Nabi-Nabi itu dan mendengar dan melihat apa yang dilihat oleh para nabi-nabi Allah itu dalam kesadaran suci beliau masing-masing itu.

Teknik melakukan Rabithah sesuai Qur’an antara lain terjabar dalam makna-makna makrifat Surat-Surat An-Nisa’ ayat ke-59, Al-Ma’idah ayat ke-35, Ali I’mran ayat ke-103, dan At-Tawbah ayat 119. Silakan cari dan temui ulama-ulama atau kyai-kyai yang menurut teman-teman beliau-beliau itu kasyf. Kalau benar beliau-beliau itu kasyf pasti bisa jelaskan makna-makna makrifat dari ayat-ayat tersebut dengan gamblang dan terperinci. Dan jika teman-teman sudah temui ulama-ulama atau kyai-kyai kasyf itu sampaikan salam hangat dan hormat dari al-faqr ini, dan minta doanya beliau-beliau agar al-faqr tetap istiqomah di jalan-Nya. Yaa ay-yuhal-ladziyna aamanut-taqul-laaha wa kuunuu ma’ash Shaadiqiyn. Amiin.

~ Yos W. Hadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *